Terlalu sering punya rencana liburan sama keluarga ataupun teman tapi terlaksana juga nggak, aku memutuskan jadi turis di Kota tetangga alias Jakarta. Berbekal informasi yang udah aku cari tahu beberapa hari sebelumnya, anak Tangerang ini nekat jalan-jalan sendiri tepatnya pada 23 Juni 2019. Inti jalan-jalannya sih nyobain MRT. Itu lho moda
transportasi yang belum lama beroperasi di Jakarta. Karena mengusung konsep (halah) one fine day di Jakarta,
aku nggak mau kesana cuma untuk nyobain MRT doang. Berhubung Toy Story 4 juga udah
tayang, plus belum lama aku nemu akun twitter menarik yang bahas makanan di
sekitar halte maupun stasiun KRL dan MRT di Jakarta (akun nya
@drhaltekehalte), akhirnya aku memutuskan agenda jalan-jalan hari itu adalah nonton Toy
Story 4, makan di Ayam Afrika, nyobain Latte Zest nya Stumpy Coffee dan naik
MRT!
Aku adalah tipe perencana jadi nggak mungkin jalan-jalan ini
nggak pake susunan acara. I have prepared 3 plans (Plan C nya nggak ke-capture). Ini memudahkan aku untuk ngatur
waktu (jadi pulang pun gak terlalu larut) plus nggak planga-plongo pas disana
karena belum punya keputusan mau ke tujuan yang mana dulu. Ini juga memudahkan
aku untuk tau harus naik kendaraan apa berhubung aku bukan orang Jakarta, and
have no idea about Jakarta’s region.
Perjalanan ini dibantu (bukan disponsori) oleh google maps
dan aplikasi trafi. Trafi bener-bener mempermudah akses ku ke berbagai tempat. Waktu
kedatangan, estimasi tiba di tujuan, harga tiket bus, KRL, MRT, transjakarta,
tersedia disana. Jadi nggak khawatir kesasar dan bisa perkirakan uang yang
keluar untuk beli tiket. Akan lebih mudah kalau kalian punya uang elektronik. Karena
gak perlu antri beli kartu lagi untuk naik 3 transportasi berbeda, seperti yang
aku lakukan.
Penampakan Aplikasi Trafi
Dalam perjalanan selalu ada pelajaran. At least, selalu ada
hal baru yang bisa kita pelajari walaupun kecil nan sederhana. Tentu saja diperjalanan
kali ini aku menemukan hal baru yang mungkin bakal banyak cerita norak dan
mudah takjub nya hahaha.
Diawali dengan terkesima melihat Stasiun MRT Blok M. Akhirnya
gitu lho tau bentuk fisik stasiunnya kayak apa setelah sekian lama cuma liat melalui
Instagram atau foto-foto yang terpajang di google maps. Tapi aku nggak langsung
nyobain MRT karena tujuan awalnya nonton Toy Story 4. Lepas nonton film,
barulah aku jajal MRT.
Sekilas penampakan Stasiun MRT Blok M
Hari itu ramai banget sih. Mungkin karena hari minggu juga. Untungnya
aku udah punya uang elektronik jadi langsung tap kartu aja. MRT nya sendiri ada di atas. Jadi sehabis tap kartu, kita naik tangga. Ada yang
arah Bundaran HI, ada yang arah Lebak Bulus. Aku pilih ke arah Bundaran HI
karena tujuan selanjutnya adalah makan ayam goreng di Ayam Afrika yang mana
lokasinya didekat Stasiun Gondangdia. Kenapa ke Stasiun Bundaran HI ? Dari
sana, aku akan naik Transjakarta ke Halte Stasiun Gondangdia sekalian mau
liat-liat pemandangan gedung-gedung pencakar langit.
Stasiun MRT Bundaran HI lebih ramai dari Stasiun MRT Blok M.
Ada pilihan pintu kelar yang berbeda yaitu pintu keluar Jl. MH Thamrin dan
Bundaran HI (maaf kalau salah karena aku lupa). Berhubung aku mau cari pintu
keluar yang langsung menghadap ke arah patung selamat datang, dengan insting
sok tahu, aku pilih pintu keluar Bundaran HI. Langsung disambut sama gedung
tinggi, merk salah satu brand fashion terkenal, dan manusia dari berbagai
kalangan. Tapi kayaknya aku salah piih pintu keluar karena pintu ini nggak
langsung terintegrasi dengan Halte Transjakarta. Aku harus nyebrang dulu untuk
ke halte itu. Tapi gak papa karena aku memanfaatkan ini untuk foto-foto keadaan
disana dan bikin video hyperlapse dekat
patung selamat datang. Nggak jauh dari pintu keluar itu, ada tempat penyewaan
sepeda dan skuter. Tapi kalau mau sewa, harus melalui aplikasi. Kalau nggak
salah nama aplikasinya ‘Gowes’.
Sepeda yang disewa melalui aplikasi Gowes. Disebelah kanan nya ada skuter tapi aku nggak punya foto/ videonya
Puas dengan foto-foto, aku nyebrang ke Halte Transjakarta dan
siap menuju Halte Stasiun Gondangdia untuk tujuan selanjutnya yaitu nyobain
ayam goreng nya Ayam Afrika dan Latte Zest nya Stumpy Coffee lalu kembali ke
rumah.
Review Ayam Afrika dan Latte Zest akan aku buat di postingan
selanjutnya.
Hal baru yang aku dapat dari perjalanan ini yaitu :
1. Ternyata
nggak semua halte transjakarta itu ada bentuk fisiknya! Aku sering liat sih
papan yang ada lambang bus terus ada tulisan ‘Halte Pengumpan Transjakarta’
(again, maaf kalau salah). Tapi nggak pernah ngeh ada orang yang naik dari
situ, atau bus berhenti disitu. Aku
selama ini kalau naik transjakarta ya pasti ada halte fisik nya soalnya tujuan
ku seringnya Puri Beta – Blok M atau Puri Beta – Cikoko St. Cawang.
2. Aku nyobain
berbagai jenis bus nya transjakarta. Aku tau ada bus yang panjang, yang ada
sambungannya, ada yang ukuran bus biasanya. Tapi ternyata posisi kursi nya transjakarta
juga beda-beda, ketinggian bus nya juga beda. Terus adayang bayar tiket nya pas
udah didalam bus. Entah bayar ke kondektur, atau udah ada alat buat tap nya. Kayaknya ini untuk yang naik
dari halte pengumpan tadi ya.
3. Ini yang
paling terasa sih selama perjalanan dengan 3 jenis transportasi dan bakal
panjang.
Aku termasuk yang lumayan sering naik KRL. Udah
lumayan paham lah ‘kerasnya’ pengguna KRL gimana. Dan aku paliiingggg kesel
sama orang-orang yang suka serobot masuk padahal orang didalam belum turun.
Kalau di KRL udah biasa ya banyak yang kayak gini (padahal harusnya nggak dijadikan
biasa). Tapi, pas aku naik MRT, aku menemukan hal yang berbeda. Orang-orang
yang lebih teratur perihal keluar-masuk penumpang. Dari Stasiun Blok M, lalu
berhenti di tiap stasiun sampai di Stasiun Bundaran HI, aku nggak lihat ada
yang serobot masuk. Nggak tau ya di gerbong lain gimanakarena aku di gerbong itu aja sampai tiba di
tujuan. Bahkan pas udah sampai di Stasiun Bundaran HI dan mau keluar dari MRT,
orang-orang diluar baris di garis yang udah dibuat pihak stasiun. Benar-benar
mempersilakan yang turun untuk turun duluan. Kejadian yang amat sangat langka
aku temukan kalau naik KRL. Entah karena MRT masih terhitung baru, masih ada
penjagaan yang cukup ketat, atau apa, tapi aku seneng sih liat perkembangan kayak
gini. Pernyataan aku ini juga nggak bisa
dibilang valid sih karena aku baru 1x naik MRT, dan baru liat dari satu gerbong.
Pejuang MRT sehari-hari pasti lebih tau keadaan sebenernya.
Beda MRT, beda lagi dengan transjakarta. Sejujurnya
aku bisa bilang pengguna transjakarta termasuk yang teratur perihal ini. Mungkin
karena kondekturnya bener-bener di pintu bus, ikut keluar masuk dan selalu
ngingetin ya jadi lebih bisa ngasih tau yang mau masuk untuk sabar dulu. Kalau KRL
kan si petugas nya nggak di tiap pintu ada jadi kayaknya orang-orang juga nggak
takut. Padahal mah aturan udah ada kenapa juga harus diawasin orang dulu buat
patuh.
Tapi pas jalan-jalan kemarin, ada kok yang nyerobot
masuk walaupun udah dikasih tau petugas nya. Si Mas petugasnya geleng-geleng
kepala kemudian karena bapak nya tetep nggak merasa bersalah atau mundur dulu
gitu (udah terlanjur masuk mungkin, pikirnya). Tapi selama naik transjakarta,
aku jarang liat serobot-serobotan sih. Nggak separah KRL pokoknya.
Nah, transportasi umum khususnya di Jakarta kan udah
maju nih. Harusnya dibarengi juga dengan kemajuan akal dan sikap para
penggunanya terhadap aturan di kendaraan umum. Kalau kita patuh bareng-bareng
kan nyaman bareng-bareng juga. Nggak ada yang merasa dirugikan. Karena (tagar) #ubahjakarta bukan buat kota nya aja tapi
untuk semua warganya. Baik warga Jakarta asli, pendatang, walaupun yang hanya
mampir sebentar seperti aku.
Komentar
Posting Komentar